Aku menggosokan telapak tanganku.
AC nya bocor.
Aku merasa kedinginan.
Kondektur datang untuk membetulkan AC nya.
Wajahku pucat pasi seperti orang yang baru saja mengalami cuci otak. Mataku berat untuk memeperhatikan segala hal.
Pikiranku kosong dan tidak ada gambaran.
Aku merasa lemas di semua bagian tubuhku
Aku bagaikan daging yang tidak bertulang.
Aku tak berdaya mengendalikan tangan dan kakiku. Aku seperti orang malas yang tidak melakuka apapun.
Rasanya lemas dan juga kaku. Seperti kesemutan yang sangat lama.
Aku bingung harus melakukan apa.
Kau bisa bayangkan aku seperti orang yang baru bangun tidur karena kelelahan. Rasanya sedikit linu di beberapa bagian tubuhmu. Matamu buram dan terasa berat untuk melihat siapa yang sudah membangunkanmu.
Sensasinya seperti raga mu kosong padahal kamu masih dalam keadaan berfikir. Tapi kamu berfikir sesuatu yang tidak pernah kamu fikirkan.
Udaranya masih terasa dingin. Pak kondektur masih membetulkan AC nya.
Kasuhi tiba tiba bangun dan berdiri tegak dari tempat duduknya.
Dia menjulurkan tangan kearah rak bus dan mengambil botol minuman yang saat tadi di isi oleh guru pembimbing kami.
“ A— iya.”
Minuman itu dari sebuah galon yang tadi di bagikan secara merata kepada murid murid. Guru pembimbing kami tidak menginginkan kami membeli minuman yang sangat mahal di tempat wisata nanti.
Hal yang terjadi seperti tidak asing di pikiranku. Aku ingat dengan galon minuman itu. Ingatan pilu yang tidak bisa diam dan sering kabur jika di koreksi.
" Kau tidak ingin ? " Kasuhi menawarkanku botol minuman yang sedang dia bawah.
Aku hanya diam dan tidak menjawab. Seperti posisiku adalah orang lumpuh yang tidak dapat bicara. Aku tidak merespon apapun dengan interaksi luar.
Kasuhi kebingungan. Tangan yang saat tadi dia ulurkan untuk memberiku minuman dia tarik kembali dengan sedikit ragu ragu.
" E... Ya.. Aku minum dulu."
Dia meminumnya dengan rasa puas. Tenggorokanya bergelombang karena air deras mengalir di sekitar kerongkongan.
Udara AC yang dingin membuat kerongkongan kasuhi menjadi kering. Aku juga tidak bisa menyangkal jika sekarang ini aku sedang haus.
Tapi aku bingung harus melakukan apa. Badanku kaku tidak bisa di gerakkan.
Aku mencoba untuk menggeram. Memaksa batas tubuhku yang lemah ini. Aku ingin melawan gaya gravitasi yang tiba tiba memberat di sekitar tempat dudukku.
Aku menjulurkan tangan dengan gemetar kearah kasuhi.
Aku berusaha keras untuk melakukan itu. Seperti dalam keadaan seseorang yang berjalan diatas satu tali di tengah tengah tebing.
Terasa sangat sulit untuk di lakukan.
Belum sempat aku meraih minuman yang sedang dipegang Kasuhi Tanganku kaku dan membuat tungkaiku turun. Arah dari tungkaiku yang turun menyebabkan tabrakan dengan lengan Kasuhi yang sejak tadi memegang botol minuman.
Kasuhi terkejut dan memuntahkan air yang sedang dia minum. Air berceceran dimana mana. Di kursi. Di lantai dan juga Di sandaran kursi depan.
Kasuhi bak orang yang baru saja tenggelam di kolam yang amat sangat dalam. Dia kemasukan air di lubang hidungnya. Tubuhnya menunduk dan matanya terpejam. Kasuhi mencoba membersihkan hidungnya yang berisi air.
Dua orang yang duduk di depan ikut menoleh kebelakang. Mereka ikut berkomentar tentang prilaku kasuhi.
" Menjijikan..." < Orang pertama dengan nada kejam. Aku mengenal suaranya, aku bahkan belum melihat orang yang mengatakan itu. Tapi aku tahu siapa dia. >
" Heeee, Kasuhiiiii kenapa ? " < Aku juga tidak asing dengan nada bicara orang ini >
" Tidak apa - Tidak apa, aku salah memasukan air kedalam hidungku."
Kasuhi menutupi kejadian ini dengan candaan seperti sifat aslinya yang tidak berubah.
Aku mungkin berfikiran tidak jelas saat ini. Bukan seperti aku tidak mengingat siapa mereka.
Tapi lebih kearah aku lebih tahu dahulu kalau itu mereka yang berbicara.
Padahal sejak tadi aku hanya diam dan duduk bersandar di kursi.
Aku tidak berinteraksi bahkan menoleh kearah depan. Tidak mungkin aku bisa tahu orang orang yang belum pernah aku lihat.
Tapi aku dengan sendirinya tahu siapa mereka.
Bagaimana posisi duduk mereka.
Ini seperti kalian melihat pesulap yang sedang beraksi di atas panggung.
Di depan pesulap itu berjajar lima orang yang memakai baju berbeda-beda. Pesulap itu berjarak 7 meter dari lima orang tersebut. Lalu dia menutup mata dan mengintruksikan kepada lima orang tersebut untuk saling bertukar posisi secara acak. Lalu dia menebak posisi ke lima orang tersebut. Pesulap itu menebak dengan benar dari baju setiap orang yang bejajar dari kanan baris hingga kiri baris.
Dia seperti menggunakan indra ke enam.
Atau dia menggunakan trik yang belum di ketahui.
Itu terlihat aneh dan mencengangkan.
Sama halnya denganku saat ini.
Apa aku memiliki indra ke enam ?
Otaku berlabuh di dermaga dengan sejuta pertanyaan.
Hari ini memang hari yang sangat aneh. Hari ini aku sedikit berubah.
Aku berubah dan berbeda dengan mereka. Hanya aku yang berubah. Perubahanku tidak di ketahui oleh banyak orang. Seperti ingatanku sendiri yang melompat di beberapa hal dan ingatan mereka tetap berjalan santai dijalan yang lurus.
Aku tidak ingat kenapa aku bersikap seperti ini terhadapa mereka. Sikap ku yang seperti ini mengalir seperti sungai kecil yang beraliran deras.
Tanpa aku sadari aku merespon percakapan mereka dengan suatu index ingatan yang tiba tiba datang dan menggeliat geliat geli di sekitar pikiranku.
Aku menghadap kearah mereka dan—
“ Aku akan mengambil Koran. Kamu bisa menggunakan Koran itu sebagai Lap air yang tumpah ini.”
—semuanya terlontar begitu saja. Aka tidak begitu paham apa Koran yang aku maksud. Ini index ingatan yang tiba tiba datang dipikiranku.
Aku tidak begitu mengerti kenapa aku tiba tiba mengatakan hal ini.
Tapi aku ingat siapa yang memiliki Koran itu. Ini ingatan yang aneh. Karena ini ingatan yang tidak pernah aku minta untuk datang di pikiranku.
Ingatan yang tidak pernah aku jalani tapi aku ingat pernah mengalami ini.
De ja vu kah? Apa De ja vu seperti ini. Aku tidak yakin jika ini De ja vu.
Apa apaan ini.
Aku tidak peduli.
Aku kembali ke perhatiaan mereka. Mereka kebingung mendengar nada suaraku yang sangat datar.
Tidak biasa.
Begitukah yang kalian pikirkan aku tidak peduli?
Aku benar benar tidak peduli.
Tapi kenapa aku tidak peduli. Aku tidak peduli dengan kepededulianku.
Aku tidak peduli dan berdiri menyikapi mereka.
Aku berdiri untuk melanjutkan tujuanku. Aku menyingkapkan kaki dan melompat sedikit untuk memposisikan tubuhku di tengah-tengah bis. Ada hal yang ingin kulakukan terhadap mereka. Dan ada hal lain juga yang ingin aku pastikan.
Aku mulai berjalan menuju kedepan bis. Di mana perkara itu aku curigai.
« Samar samar aku mendengar percakapan kasuhi yang menyatakan benda aneh yang terpasang di sandaran kursi bis. Dia sepertinya memeriksa benda itu ketika dia membuka rekatan kursi bis yang terkena cipratan air. Aku melihat sebentar. Aku melihat dia meraba raba kursi yang dia anggap sesuatu yang tidak biasa. »
Itu mungkin hal menarik. Tapi dalam hal ini aku sedang tidak tertarik. Aku seperti dalam misi menuju luar angkasa. Tentu semenarik apapun kejadian di bumi kau tidak akan kembali untuk melihatnya. Ada hal lain yang jauh lebih menarik di lura angkasa sana.
Itu yang aku rasakan.
Aku tiba di bagian depan bis. Kondektur bis reflek melihatku yang baru datang.
Aku melihat benda yang aku maksud. Sedikit perasaanku lega karena pernyataanku benar. Namun banyak yang berkubang dipikiranku adalah kebingungan.
Aku mengtakan dengan pelan maksud dan tujuan ku terhadap kondektur bis.
“ Mungkin beberapa.” “ Tidak terlalu basah.”
Kondektur bis menyetujuinya. Dia mengambil beberapa Koran yang berserakan dibagian datar kaca depan bis.
Dia mengambil sekitar dua buah bundel Koran dan langsung di berikan kepadaku.
Aku mengangkat tanganku pelan untuk bermaksud menerima Koran itu.
Tapi tiba tiba—
“Jangan !!.” Sopir bis menyela cepat. Pandanganya berganti ganti dari melihat jalan dan melihat Koran yang akan berikan kepadaku.
Seperti dia tidak ingin ada yang melihat isi Koran itu.
Kondektur bis melihat lagi Koran yang akan di berikan kepadaku. Dia memiringkan kepalanya seperti ingin mencari sesuatu.
“ Tidak apa apa. Ini Koran lama.”
Kenapa Koran lama!!!
Kenapa dia menyebutkan maksud yang tidak jelas. Apa mungkin mereka sudah paham dengan pembicaraan mereka. Seperti koneksi tersendiri yang dimiliki setiap manusia.
Kalian bisa membayangkan koneksi itu seperti kalian sedang berbicara dengan teman kalian tentang bola.
“ Madrid vs Munchen ? ”
“ 1-0 “
“ Pemainya payah “
“ Kandang sendiri “
Kalian tidak perlu menyebutkan detailnya. Karena kalian sudah paham topic yang kalian bicarakan.
Kondektur bis memandang sopir bis yang terlihat masih bingung dengan keadaanya.
Aku bertanya kepada diriku sendiri. Kenapa aku menyangkal mereka ? Apa urusan mereka terhadap ku hingga aku mempunyai pikiran buruk terhadap mereka.
Aku tidak bermaksud berfikiran buruk. Hanya saja aku sekarang sedang kebingungan. Orang akan mudah tersinggung jika dia sedang kebingungan.
Kalian tahu sejak tadi aku bahkan tidak peduli dengan apa pun. Aku hanya merasa ini sebuah efek. Tapi entah efek apa itu aku hanya berspekulasi.
Mungkin di posisiku ini kalian akan merasa sulit. Mungkin kalian akan menyerah.
Bisa kalian bayangkan jika kalian baru saja melihat orang bungkuk di depan rumah kosong menghadap kesamping. Lalu tiba tiba keluar anak kecil bekuncir dua dengan mulut tersenyum tapi mata berexpresi menangis. Anak itu bahkan tidak melirik mu sedikit. Anak itu hanya menghampiri orang bungkuk itu dan menuntun orang bungkuk itu untuk masuk kedalam rumah. Tapi cara berjalan orang bungkuk itu aneh tidak seperti biasanya. Dia hanya mau berjalan ke samping bukan lurus kedepan. Anak itu memaksa dan menarik narik baju orang bungkuk itu. Dia menarik sambil menggoyang goyangkan tubuhnya. Dia semakin cepat menarik narik orang bungkuk itu. Dia terlihat susah payah menrik orang bungkuk itu. Expresinya berubah menjadi kemarahan seperti inigin membunuh seseorang. Matanya melotot dan memerah darah. Dia berteriak teriak “MAASSSSUKKK , MASUUUKKKK MASUUUKKK , MASUUUKKKK, MAAASUUUK. ” untuk membuat orang itu berjalan lururs masuk kerumah. Kenapa kau memaksa dia masuk hanya karena dia tidak mau berjalan lurus.
Seperti itulah tekanan di pikiranku.
Kenyataan di dunia ini seperti tidak sama dengan apa yang aku pikirkan. Sayangnya apa yang aku pikirkan tidak pernah berpenampilan jelas untuk aku lihat.
Lalu seberkas ingatan yang berupa index datang sekilas di pikiranku.
« Aku melihat tanggal dari Koran itu seperti baru di muat hari ini. Baunya juga seperti baru di cetak »
Barusan.
Apa yang barusan aku pikirkan.
Apa maksud dari ingatan ini.
Aku pernah mengalaminya.
I—
Aku—
Ini—
Aku mengingat!!
Barusan—
Kapan—?
Apa— ?
Semuanya pertanyaan bertabrakan menjadi satu.
Aku tidak bisa bertahan.
“HENTIKKAAAAAN…. SESEORANG….”
“ @*#(@@(#&”
“ @*#(@”
“ @”
?
Lalu—
“ Katsu ? “
Mataku terbuka.
Orang pertama yang aku lihat.
Aku terbangun.
Semua di bis memperhatikanku.
Aku berdiri lima belas menit di depan bis tanpa melakukan apapun.
« Itu yang dikatakan mereka »
0 comments:
Post a Comment